Minggu, 06 April 2008

KEGAGALAN DUHAM

A.Muis

DUHAM adalah akronim Deklarasi Universal HAM yang dicetuskan di Paris oleh Majelis Umum PBB. 10 Desember 1948. Ada 30 pasalnya. Semua isinya berkisar pada isu kebebasan pribadi, kemerdekaan bernegara, hak untuk hidup, perlindungan dari pengangguran (pasal 23), demokrasi, kebebasan bergerak, berkomunikasi, berdiam di dalam batas-batas setiap negara, menyampaikan dan menerima informasi tanpa hambatan, tanpa memandang batas-batas wilayah negara (regardless of frontiers) melalui segala macam media yang tersedia, memiliki pendapat dan memberikan pendapat (pasal 13 dan 19). Tetapi kebebasan tiap orang tidak boleh merugikan kebebasan orang lain (pasal 29 ayat 2). Setiap orang juga berhak atas perlindungan dari pengangguran (pasal 23). Juga tak seorangpun boleh dirampas hartanya dengan semena-mena (pasal 17).

Nyatanya PBB yang mencetuskan DUHAM justru sering melanggarnya sendiri atas kehendak Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya yang dikuasai hobby Yahudi. Pada level internasional tak ada demokrasi karena hanya 5 negara mempunyai hak veto di PBB. AS dan Inggris, misalnya dengan leluasa merampas harta negara-negara lain atas dukungan PBB. Seperti, misalnya, melucuti dan memusnahkan persenjataan Irak. Hanya AS dan sekutu-sekutunya boleh memiliki senjata nuklir. Negara-negara lain tidak boleh memiliki harta berupa senjata seperti itu (melanggar pasal 17 DUHAM).

Tetapi AS cs kelihatannya takut pada Korea Utara sehingga tidak berani mengancam negara komunis itu untuk diserang jika tidak mau melucuti senjata pemusnah massalnya. AS cs hanya berani terhadap Irak dan negara-negara Islam. Juga Indonesia saat ini praktis telah dijajah oleh AS dan sekutu-sekutunya. Paling tidak, semua keinginan AS cs harus dipatuhi oleh Indonesia. Misalnya saja pemerintah Indoensia selalu menyatakan Indonesia bukan sarang teroris. Tetapi Perpu anti terorisme cenderung membantah pernyataan pemerintah itu dan membenarkan tudingan AS cs.

Sementara hasil yang dicapai oleh polisi dalam mengungkap aktifitas jaringan teroris di Indonesia menunjukkan, bahwa memang ada kelompok atau organisasi teroris di Indonesia yang identitasnya adalah kelompok Islam tertentu. Soal mengapa mereka melakukan perbuatan yang tak sesuai dengan ajaran Islam (cinta perdamaian) adalah persoalan lain.

Kembali pada DUHAM. Kegagalannya adalah inkonsistensi antara kebebasan informasi internasional dengan demokrasi pada level internasional. Arus informasi internasional berjalan sesuai dengan maksud pasal 19 DUHAM yang dikukuhkan oleh era Dunia Maya (Cyberworld). Ketimpangan arus informasi internasional telah diperlunak oleh era dunia maya sehingga opini publik di banyak negara (world public opinion) memihak Palestina dan Irak. Tetapi sistem politik antarbangsa dikuasai AS cs, yang juga menguasai PBB. Jadi PBB adalah alat kekuasaan AS cs. Sedang AS cs dikuasai Yahudi. Maka zionis Israel-lah yang menguasai tatanan politik dan tatanan ekonomi internasional. Jadi keberadaan pasal 19 DUHAM tentang freedom of information (FOI) tidak mampu mengubah tatanan politik dan ekonomi dunia (new world politics and economics order). DUHAM cuma berhasil “mengukuhkan” tatanan informasi dan komunikasi dunia yang dibaharui oleh negara-negara Selatan (new world information and communication –NWICO). Misalnya The Muslim News –Exchange dan The Al-Qaeda Global Television Networks.

Bagaimana di Indonesia? Payah ! Lembaga-lembaga HAM memang berjuang mati-matian menegakkan HAM. Tetapi seakan-akan terbentur pada tembok raksasa yang amat kuat. Hal itu jelas kelihatan pada kasus DOM di Aceh, kasus Tanjung Priok. Kasus Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II, kasus Timika, kasus pembunuhan Ketua Dewan Papua, kasus-kasus tahanan politik dan kasus-kasus penghilangan/ penculikan orang terutama pada zaman Orde Baru dan kasus Marsinah. KONTRAS adalah lembaga HAM yang sering mengungkap kejahatan kemanusiaan di Indonesia seperti itu. Tetapi hampir selalu gagal membawanya ke pengadilan HAM, karena, itu tadi, selalu terbentur tembok besar yang sangat kuat. Lagi pula supremasi hukum seakan-akan sudah menjadi “alat” pelanggaran HAM. (021003)

Tidak ada komentar: