Selasa, 01 April 2008

MAKNA “PEKIK MERDEKA” SUDAH BERUBAH

A.Muis

Pekik merdeka yang bergema pada tahun 1945 di seluruh Indonesia sekarang sudah berubah, mengikuti sekian banyak arti kata – kata “perjuangan” yang juga sudah berubah.
Perubahan – perubahan tersebut sangat terkait dengan perubahan sosial yang terus berlangsung dengan cepat. Banyak sekali nilai – nilai tradisional yang dituangkan dalam kata – kata atau istilah – istilah kian lama kian menjadi usang atau menjadi sebuah masa silam yang tidak akan kembali lagi. Dengan kata lain, istilah – istilahnya atau kata – katanya tetap dipakai dalam berbagai event misalnya 17 Agustusan. Hari ulangtahun kemerdekaan RI yang ke – 59 dan sebelumnya maupun ke depan kata – kata merdeka atau pekik merdeka tentu masih tetap berkumandang dimana – mana. Tapi lebih bersifat ceremonial. Sedang essensinya telah dikabulkan oleh makna baru yang diseret oleh perubahan sosial yang sedang berlangsung dengan sangat cepat.


Sekarang ini pengertian merdeka tidak lagi sekadar dari penjajahan politik asing dalam bentuk fisik, tetapi telah diganti dengan penjajahan budaya dan ekonomi, dan kemiskinan yang makin meluas dibarengi kesenjangan sosial ekonomi yang juga makin melebar di kalangan bangsa ini sendiri. Dengan demikian makna kata merdeka atau pekik merdeka lebih bermakna merdeka dari penjajahan ekonomi, penjajahan budaya, seperti kata Chin Chuan Lee. Penjajahan budaya menurut pakar tersebut dialami oleh negara – negara yang sedang berkembang tidak terkecuali Indonesia melalui peranan media massa yang sedang mengalami globalisasi itu sendiri sebetulnya dikuasai kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang berpusat di negara – negara Barat.


Dengan demikian, menurut pengertian yang diuraikan di atas itu “pekik merdeka” maknanya bagi rakyat biasa ( arus bawah ) adalah merdeka dari penjajahan budaya, penjajahan ekonomi, penjajahan media massa yang dilakukan oleh negara – negara maju, Juga berarti merdeka dari kesenjangan sosial yang makin hebat, merdeka dari kemiskinan dan kemelaratan, merdeka dari kekuasaan yang sewenang – wenang ( pelanggaran HAM ) dan merdeka dari rasa takut dan rasa tidak aman.


Dahulu mendiang Bung Karno menggunakan kata – kata kemerdekaan dari kesulitan hidup atau kemiskinan ( freedom from want ). Bung Karno juga mengatakan bahwa rakyat Indonesia menghendaki kemerdekaan pribadi atau kemerdekaan individu dari berbagai penderitaan ( freedom to be free ). Sayang sekali, semboyan – semboyan yang bernilai tinggi atau bernilai kerakyatan tidak ada yang terlaksana di zaman orde lama itu. Ketiadaan kemerdekaan rakyat kecil dari kesulitan hidup itu berlanjut hingga zaman orde baru, bahkan cenderung meningkat di era reformasi ini. Putri sulung Bung Karno sendiri yang kini menjadi Presiden RI mewarisi sang Ayah, Megawati Soekarnoputri memang mengakui bahwa sekitar 95% rakyat Indonesia adalah rakyat kecil yang miskin dan melarat.

Di samping itu, telah terjadi gerakan – gerakan separatis dan sejenisnya sedang bermunculan di berbagai daerah baik secara terbuka ( GAM, RMS, dan GPM ) maupun secara terselubung seperti gagasan – gagasan federalisme beberapa waktu yang lalu. Lanjut cerita, perjuangan kemerdekaan yang paling berat saat ini bagi rakyat kecil ( wong cilik menurut terminology Presiden Megawati Soekarnoputri ) adalah kemerdekaan diri dari dampak korupsi yang makin lama makin menyusahkan rakyat kecil. Kepedulian sosial di kalangan penguasa keliatannya masih diatas kertas atau masih merupakan alat kampanye Pemilu 2004 baik pemilu legislatif maupun pilpres.


Ada pula cerita mengenai sulitnya akses masyarakat kecil kepada pekerjaan yang layak misalnya TKI di luar negeri ; banyak yang mengalami pengorbanan dalam segala bentuknya karena cara penanganannya baik oleh Pemerintah Indonesia maupun oleh pemerintah asing tempat TKI bekerja tidak dilakukan sebagaimana mestinya. Cerita lain, tingkat pengangguran yang makin tinggi juga makin menakutkan masyarakat karena hal itu berarti gangguan keamanan akan terus meningkat, timbul generasi baru di dunia kejahatan dan jenisnya pun makin bermacam – macam. Cerita yang menarik adalah orang – orang yang mau masuk bekerja sebagai aparat penegak hokum atau bidang – bidang lain atau pegawai negeri swasta di berbagai bidang konon harus menyuap oknum – oknum pejabat tertentu yang berwewenag menerima petugas baru atau pegawai baru hingga mencapai ratusan juta rupiah.


Tentu saja hal itu, sangat menghambat kesempatan kerja sehingga populasi pengangguran terus meningkat sekaligus meningkatkan jumlah, jenis, dan kualitas kejahatan. Lebih lanjut cerita, peringatan HUT Kemerdekaan bangsa ini semakin bersifat ceremonial belaka, hidmatnya ( maknanya ) kian merosot karena upaya mengisi kemerdekaan seperti yang dimaksud oleh para pendahulu kita ( founding fathers ) tidak atau belum mampu kita penuhi sebagaimana mestinya bahkan cenderung makin jauh dari tujuan para pahlawan kemerdekaan kita. Masalah besar ini, tentunya tidak bisa dianggap remeh oleh Pemerintah baru hasil pilpres 2004 karena kalau Pemerintah baru tidak bisa berbuat banyak bisa diperkirakan akan berakibat munculnya gerakan oposisi dan gerakan ekstra parlementer yang sangat berbahaya.

Tidak ada komentar: